Selasa, 08 Juni 2010

Kalbu yang Berperang

Oleh Johan Wahyudi

Keheningan malam, membawa diri ini berperang. Dada bergemuruh, seakan ada yang ingin meledak. Dia terus bergolak, semakin membuat gelisah. Semakin kucoba memejamkan mata, semakin kuat asma Allah terucap di kalbu ini. Seluruh tubuh bergetar, merinding, seakan terdengar seluruh alam berzikir, menyebutkan kebesaran asma mu, Ya Allah. Subhanaallah, Maha Suci Allah.

Pergolakan terus berlanjut bahkan semakin kuat. Seakan ada yang berkata dan saling menjawab. Apakah masih layak aku bermunajat kepada-Mu Ya Allah ?... bukankah tubuh ini telah dipenuhi noda-noda hitam dunia, seakan tidak layak menghadap Mu. Bukankah hamba-Mu ini tidak pernah menjalankan perintah Mu dan menjauhi larangan Mu?....

Hati ini, terus berzikir menekan gejolak yang membuat nafas seakan sesak. Ku coba mencari jawaban. Mucul dua jawaban yang saling bertentangan. “Engkau ada manusia yang hina, engkau tidak layak bertemu dengan Yang Maha Suci, engkau tidak pernah melaksanakan perintah-Nya,”...Namun ada suara kecil dari kalbu yang paling dalam mengatakan, Allah Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Allah Maha Mengetahui dan Allah Maha Pengampun. Bersyukur engkau masih diberikan kesempatan berpikir untuk berubah menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bukankah Allah menciptakan manusia untuk berpikir dan membaca, karena apa yang diciptakan-Nya pasti ada manfaatnya.

Allahhu Akbar, hati ku terus bergejolak, seakan seluruh ruang yang kutempati terdengar menyebutkan asma Ya Allah, bahkan kulihat bintang dan seluruh langit yang ada di langit dari vintilasi jendela rumah juga berzikir.

Astaghfirullaahal’azhiim, terima kasih Ya Allah, Engkau masih mau mengingatkan diri ini. Bukankah Engkau telah banyak memberi peringatan dan pengumpamaan yang seharusnya membuat manusia sadar akan keserakaan, kesombongan, iri, dengki, adu domba yang telahg merusak jalinan kehidupan yang sudah terangkai indah. Alam rusak, itu semua ulah manusia dan kemungkinan juga diri ini salah satu penyebabnya. Akibatnya bisa dilihat bagaimana alam murka dengan bencana dimana-mana. Tsunami, tanah longsong, banjir, lumpur lapindo, bahkan banyak tabung gas melendak yang memakan korban akibat ulah manusia yang tidak bertanggungjawab.

Hasil dari pergolakan hati ini, menimbulkan suatu ketenangan dan kenikmatan. Hati ini teduh, sekali lagi terima kasih Allah. Semoga dari malam ini, langkah hidup hamba Mu yang lemah ini, semakin lebih baik lagi, mencari keberkahan dan ridho-Mu dan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Mu, demi mencapai surga Mu. “Allahhu Akbar”. (Rabu, 9 Juni 2010, Pukul 03.00 Wib).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar